Kupas Kriminal // Lampung Barat
Aroma busuk dugaan penyimpangan dana desa kembali tercium di Kabupaten Lampung Barat, Kali ini mencuat dari Pekon Padang Tambak, Kecamatan Way Tenong, tempat proyek pembangunan rabat beton yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD) menjadi buah bibir warga.
Baru hitungan hari selesai dikerjakan, bangunan rabat beton itu sudah retak, mengelupas, dan tampak rapuh.
Padahal, proyek tersebut menelan anggaran puluhan juta rupiah dengan volume panjang 58 meter, tinggi 1,5 meter, dan ketebalan 15 sentimeter.
Pertanyaan pun muncul di tengah masyarakat:
Apakah dana desa benar-benar digunakan sesuai perencanaan, atau justru dikorupsi di balik meja?
Beton Rapuh, Anggaran Mulus
Tim media Kupas Kriminal yang turun langsung ke lokasi menemukan fakta mencengangkan.
Permukaan beton terlihat mudah hancur, adukan semen tidak padat, dan diduga campuran material tidak sesuai komposisi teknis.
Padahal, aturan Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2016 secara tegas mengatur standar mutu konstruksi bangunan desa.
Baru selesai, tapi sudah rusak. Ini bukan pembangunan, tapi pemborosan uang rakyat! Kami menduga ada permainan anggaran,”
tegas salah satu warga dengan nada kesal.
Jejak Penyimpangan di Balik Papan Proyek
Pekerjaan itu berada di bawah tanggung jawab Peratin (Kepala Pekon) Padang Tambak Kecamatan Way Tenong Lampung Barat.
Namun hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan keterangan resmi.
Upaya konfirmasi tim media, baik melalui pesan WhatsApp maupun kunjungan langsung ke kantor pekon, tidak mendapat jawaban.
Beberapa aparatur desa pun memilih bungkam, seolah menutupi sesuatu.
Sikap tertutup ini justru menimbulkan kecurigaan publik.
Pasalnya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan jelas mewajibkan kepala desa mengelola keuangan secara jujur, transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab.
Potensi Korupsi Dana Desa
Apabila terbukti terjadi penyalahgunaan, tindakan itu jelas melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yang menyebut: Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Selain itu, proyek ini juga diduga melanggar prinsip akuntabilitas dan efisiensi anggaran sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Lemahnya Pengawasan, Kuatnya Dugaan
Banyak pihak menilai lemahnya pengawasan dari pendamping desa, camat, hingga inspektorat daerah menjadi celah bagi oknum aparat pekon bermain anggaran.
Proyek rabat beton di Padang Tambak hanyalah satu contoh nyata dari banyak pekerjaan desa yang dikerjakan asal jadi, sementara uang rakyat ludes tanpa manfaat nyata.
Kalau pengawasan lemah, dana desa jadi bancakan. Bangunan cepat rusak, tapi anggaran lancar masuk kantong,”
ujar tokoh masyarakat dengan nada sinis.
Publik Desak Audit Total
Hingga kini, Inspektorat Kabupaten Lampung Barat belum turun tangan melakukan pemeriksaan fisik maupun administrasi.
Padahal masyarakat berharap lembaga pengawas segera menggelar audit total demi memastikan apakah dana desa digunakan sesuai RAB atau justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Warga menegaskan, dana desa adalah uang rakyat, bukan alat untuk memperkaya oknum.
Jika,dibiarkan,penyimpangan seperti ini hanya akan memperburuk citra pemerintah desa dan memupus kepercayaan publik terhadap program pembangunan.
Kupas Kriminal akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
Jangan biarkan beton yang retak menjadi simbol retaknya moral aparat desa.(Dedi SK)








